Hasil Penelitian : Sonografi Sirosis Hepatis di RSUD Dr. Moewardi |
![]() |
Suyono, Sofiana, Heru, Novianto, Riza, Musrifah (Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta). Cermin Dunia Kedokteran , No. 150, 2006 PENDAHULUAN
SIROSIS HEPATIS Definisi Sirosis Hepatis adalah penyakit hati menahun difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul (2). Etiologi Penyebab yang pasti sampai sekarang belum jelas; di antaranya :
Gejala klinis Gejala dini samar dan nonspesifik berupa kelelahan, anoreksia, dispepsia, flatulen, konstipasi atau diare, berat badan berkurang, nyeri tumpul atau berat pada epigastrium atau kuadran kanan atas (1). Manifestasi utama dan lanjut sirosis merupakan akibat dari dua tipe gangguan fisiologis : a. Gagal sel hati.
b. Hipertensi portal.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium Tidak ada pemeriksaan uji biokimia hati yang dapat menjadi pegangan dalam menegakkan diagnosis sirosis hepatis :
Pemeriksaan Fisik
VIRUS HEPATITIS B Struktur Virus Virus Hepatitis B (HBV) termasuk famili hepadnaviridae dan genus hepadnavirus, virus DNA, serat ganda parsial (partially double stranded), panjang genom sekitar 3200 pasangan basa, mempunyai envelopel selubung (7). Protein yang dibuat oleh virus yang bersifat anitgenik serta memberi gambaran tentang keadaan penyakit adalah :
Skema partikel virus Hepatitis B Mekanisme hipotetik penempelan VHB pada hepatosit Mekanisme masuknya virus hepatitis B masih diperdebatkan. Dilaporkan bahwa suatu reseptor poli-HAS atau disebut poli-HAS receptor (pAR) berperan dalam fase penempelan (8). Mekanisme imunologi pada infeksi virus Hepatitis B Virus Hepatitis B bersifat tidak sitopatik. Pada infeksi akut, terjadi infiltrasi sel-sel radang antara lain limfosit T yaitu sel NK dan sel T sitotoksik. Antigen virus terutama Hbc-Ag dan Hbe-Ag yang diekspresikan di permukaan hepatosit bersama-sama dengan glikoprotein HLA class I, mengakibatkan hepatosit yang terinfeksi menjadi target untuk lisis oleh limfosit T (2). Selain itu sel hati yang mengalami infeksi virus Hepatitis B ternyata dapat memproduksi sejenis protein Liver specific Protein yang bersifat antigenik (9). Perubahan-perubahan akibat interferon akan menimbulkan suatu status antiviral pada hepatosit yang tidak terinfeksi, dan mencegah reinfeksi selama proses lisis hepatosit yang terinfeksi (2,10). Hepatitis virus B yang berlanjut menjadi kronis menunjukkan bahwa respon imunologi seluler terhadap infeksi virus tidak baik (2). Kegagalan lisis hepatosit yang terinfeksi virus oleh limfosit T dapat terjadi akibat berbagai mekanisme :
USG PADA SIROSIS HEPATIS Gambarannya meliputi gambaran spesifik pada organ-organ hati, lien dan traktus biliaris. a. Gambaran USG pada hati Terdapat gambaran iregularitas penebalan permukaan hati, membesarnya lobus kaudatus, rekanalisasi v.umbilikus dan ascites. Ekhoparenkim sangat kasar menjadi hiperekhoik karena fibrosis dan pembentukan mikronodul menjadikan permukaan hati sangat ireguler, hepatomegali; kedua lobus hati mengecil atau mengerut atau normal. Terlihat pula tanda sekunder berupa asites, splenomegali, adanya pelebaran dan kelokan-kelokan v.hepatika, v.lienalis, v.porta (hipertensi porta). Duktus biliaris intrahepatik dilatasi, ireguler dan berkelok-kelok (5,6). b. Gambaran USG pada lien Tampak peningkatan ekhostruktur limpa karena adanya jaringan fibrosis, pelebaran diameter v.lienalis serta tampak lesi sonolusen multipel pada daerah hilus lienalis akibat adanya kolateral (5). c. Gambaran USG pada traktus biliaris Sludge (lumpur empedu) terlihat sebagai material hiperekhoik yang menempati bagian terendah kandung empedu dan sering bergerak perlahan-lahan sesuai dengan posisi penderita, jadi selalu membentuk lapisan permukaan dan tidak memberikan bayangan akustik di bawahnya. Pada dasarnya lumpur empedu tersebut terdiri atas granula kalsium bilirubinat dan kristal-kristal kolesterol sehingga mempunyai viskositas yang lebih tinggi daripada cairan empedu sendiri. Dinding kandung empedu terlihat menebal. Duktus biliaris ekstrahepatik biasanya normal (4). METODE PENELITIAN Data didapatkan dari penderita dengan tanda klinis, data laboratoris dan USG sebagai pemeriksaan penunjang. Data dikumpulkan secara retrospektif dari permintaan USG hepar di bagian Radiologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta sejak 2001-2003. Data tersebut diolah dan diklasifikasikan berdasarkan umur, jenis kelamin, keterangan klinik dan hasil USG hepar. HASIL PENELITIAN Data diambil antara tahun 2001-2003 di bagian Radiologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Hasil pemeriksaan Klinis Tabel 1. Distribusi berdasarkan jenis kelamin penderita
Tabel 2. Distribusi berdasarkan umur penderita
Tabel 3. Gejala Klinis (n=62)
Hasil Pemeriksaan USG Abdomen Tabel 4. Ascites
Tabel 5. Ukuran hepar
Tabel 6. Ukuran Lien
Tabel 7. Dinding Kandung Empedu
Tabel 8. Sludge Kandung Empedu
Tabel 9. Echostruktur Kandung Empedu
Tabel 10. Nodul pada Hepar
Tabel 11. Hipertensi Porta
Hasil data laboratorium Tabel 12. Hbs-Ag
Tabel 13. SGOT
Tabel 14. SGPT
Tabel 15. Bilirubin Total
Tabel 16. Bilirubin Direct
Tabel 17. Protein Total
Tabel 18. Albumin
PEMBAHASAN Sirosis Hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui sebabnya dengan pasti, merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis (3). Sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibanding kaum wanita dengan perbandingan 2-4 : 1 (1). USG merupakan sarana diagnostik tidak invasif yang banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelainan di hati termasuk sirosis hepatis. Untuk melakukan USG hati perlu dibuat beberapa penampang yaitu melintang, membujur, interkostal dan subkostal. Gambaran USG tergantung dari tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan irosis akan tampak hati membesar, permukaan irreguler, tepi hati tumpul dan terdapat peninggian densitas gema kasar heterogen (4). Tabel 1 menunjukan distribusi populasi penelitian berdasarkan jenis kelamin : laki-laki (71%) lebih banyak dari wanita (29%). Kelompok umur 51-60 tahun merupakan kelompok umur yang terbanyak (43%). (Tabel 2) Tabel 3 menunjukan distribusi gejala klinik penderita. Munculnya ascites, ikterus, hematemesis, melena dan splenomegali menunjukan bahwa sirosis dalam fase dekompensasi, dan dengan mengecilnya ukuran hepar berarti prognosisnya sudah jelek. Pada penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan USG mendapatkan ascites, hepatomegali dan splenomegali lebih tinggi prosentasenya dibandingkan data klinik (Tabel 4-11) hal ini dapat dijadikan petunjuk bahwa pemeriksaan USG dapat menjelaskan kelainan yang kurang nyata pada pemeriksaan fisik. Dari data laboratorium 62 penderita (Tabel 12-18), yang HBs-Ag positif hanya 11% berarti penderita sirosis sebagian besar mungkin bukan dari hepatitis. Peningkatan kadar SGOT dan SGPT bukan merupakan petunjuk berat dan luasnya kerusakan parenkim hati; kenaikan kadarnya dalam serum menunjukan kebocoran sel yang mengalami kerusakan (2). Kadar albumin yang rendah merupakan cermin kurangnya kemampuan sel hati (2). Pada sirosis hepatis dapat dijumpai fraksi albumin dan globulin (1). KESIMPULAN Sirosis hepatis merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Prevalensi terbanyak pada laki-laki dan pada usia 51-60 tahun. Penderita datang dengan keluhan utama terbanyak adalah ascites, diikuti dengan gejala ikterik. Sedangkan pada pemeriksaan USG, yang paling banyak ditemukan adalah ascites, echostruktur hepar yang kasar, splenomegali, hipertensi porta dan pembesaran hepar. Nodul, penebalan dinding kandung empedu dan pasir kandung empedu ditemukan pada kurang dari 50 % kasus. KEPUSTAKAAN 1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi I Edisi 4, 1995. Hal 445-449 2. Suparman. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ketiga, Jilid 2, 1996 hal 271-280 3. Hadi, S. Gastroenterologi, Edisi Ketujuh. 2002, hal 613-34 4. Batrum, Crow. Real Time Ultrasound A Manual for Physicians and Technical Personell. 2nd ed. W.B. Saunders Co. 1987. Hal 138-39 5. Rasad S. dkk. Radiologi Diagnostik. Gaya Baru Jakarta, 2001. Hal 436-45 6. Meschan I. Rontgen Sign. In Diagnostic Imaging. Second ed. Bowman Gray School of Medicine. Wake Forest University Wiston-Salem North California. pp. 460-67. 7. Syarurrachman A. dkk. Mikrobiologi Kedokteran. FKUI. Binarupa Aksara. Jakarta, 1994. Hal : 388-91. 8. Suparyatmo JB. Reseptor Polialbumin (pAR) sebagai indikator Infeksi Virus Hepatitis B vertical. Suatu Studi Komparatif Beberapa Parameter Serologik. Universitas Airlangga. Surabaya, 1993. Hal. 44-52. 9. Mondeli et al. Mechanism of Liver Cell Injury in Acute and Chronic Hepatitis B, General in Liver Disease, 1984. Pp : 48-57 10. Karnen GB. Imunitas Terhadap Virus, Dalam : Imunologi Dasar. Edisi Keempat, 2000 : hal 147-50
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dibaca 32144 kali. |