banner
banner

Partners

banner
 
 

Artikel Bebas

Sirosis Hepatis dengan Hipertensi Portal dan Pecahnya Varises Esofagus (Yusri dkk) Print E-mail

-------- Kembali artikel sebelumnya

 

MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis dari sirosis tergantung pada penyakit penyebab serta perkembangan tingkat kegagalan hepato selullar dan fibrosisnya. Manifestasi klinis sirosis umumnya merupakan kombinasi dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Berdasarkan stadium klinis sirosis dapat di bagi 2 bentuk.(1,8)

a. Stadium kompensata

Pada keadaan ini belum ada gejala klinis yang nyata, diagnosisnya sering ditemukan kebetulan.

b. Stadium dekompensata

Sirosis hati dengan gejala nyata. Gejala klinik sirosis dekompensata melibatkan berbagai sistem. Pada gastrointestinal terdapat gangguan saluran cerna seperti mual, muntah dan anoreksia sering terjadi. Diare pada pasien sirosis dapat terjadi akibat mal-absorbsi, defisiensi asam empedu atau akibat mal-nutrisi yang terjadi. Nyeri abdomen dapat terjadi karena gall-stones, refluk gastroesophageal atau karena pembesaran hati. Hematemesis serta hema-tokezia dapat terjadi karena pecahnya varises esophagus ataupun rektal akibat hipertensi porta.

Pada sistem hematologi kelainan yang sering terjadi adalah anemia dan gangguan pembekuan darah. Pada organ paru bisa terjadi sesak nafas karena menurunnya daya perfusi  pulmonal, terjadinya kolateral portapulmonal, kapasitas vital paru yang menurun serta terdapatnya asites dan hepatosplenomegali. Mekanisme yang menyebabkan perobahan perfusi paru belum diketahui dengan pasti. Hipoksia ditemukan pada 2%-30% anak dengan sirosis. Sianosis dan clubbing finger dapat terjadi karena hipoksemia kronik akibat terjadinya kolateral paru-sistemik. 

Pada kardiovaskular manifestasinya sering berupa peningkatan kardiac output yang dapat berkembang menjadi sistemik resistensi serta penurunan hepatic blood flow (hipertensi porta), selanjutnya dapat pula menjadi hipertensi sistemik.

Pada sistim endokrin kelainan terjadi karena kegagalan hati dalam mensintesis atau metabolisme hormon. Keterlambatan pubertas dan pada adolesen dapat ditemukan penurunan libido serta impontensia karena penurunan sintesis testeron di hati. Juga dapat terjadi feminisasi berupa ginekomastia serta kurangnya pertumbuhan rambut.(8,9)

Pada sistim neurologis ensefalopati terjadi karena kerusakan lanjut dari sel hati.  Gangguan neurologis dapat berupa asteriksis (flapping tremor), gangguan kesadaran dan emosi.

Sistem imun pada sirosis dapat terjadi penurunan fungsi imunologis yang dapat menyebabkan rentan terhadap berbagai infeksi, diantaranya yang paling sering terjadi pneumonia dan peritonitis bakterialis spontan. Kelainan yang ditemu-kan sering berupa penurunan aktifitas fagosit sistem retikulo-endo-telial, opsonisasi, kadar komplemen C2, C3 dan C4 serta aktifitas pro-liferatif monosit.(1,8,9)

Sepertiga dari kasus sirosis dekompensata menunjukan demam tetapi jarang yang lebih dari 38ºC dan tidak dipengaruhi oleh pemberian anti-biotik. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh sitokin seperti tumor-necrosis-factor (TNF) yang dibebaskan pada proses inflamasi.(8,9)

Gangguan nutrisi yang terjadi dapat berupa mal-nutrisi, anoreksia, mal-absorbsi, hipo-albuminemia serta defisensi vitamin yang larut dalam lemak. Sering pula terjadi hipo-kalemia karena hilangnya kalium melalui muntah, diare atau karena pengaruh pemberian diuretik.(8,9)

Pada pemeriksaan fisik hepar sering teraba lunak sampai keras kadang-kadang mengkerut dan noduler. Limpa sering teraba membesar terutama pada hipertensi porta. Kulit tampak kuning, sianosis dan pucat, serta sering juga didapatkan spider angiomata.(8,9)

Retensi cairan dan natrium pada sirosis memberikan kecendrungan terdapatnya peningkatan hilangnya kalium sehingga terjadi penurunan kadar kalium total dalam tubuh. Terjadinya hiper aldosteron yang disertai kurangnya masukan makanan, serta terdapatnya gangguan fungsi tubulus yang dapat memperberat terjadinya hipo-kalemia. Kondisi hipo-kalemia ini dapat menyebab-kan terjadinya ensefalopati karena dapat menyebabkan peningkatan absorbsi amonia dan alkalosis.(1,8)

 

DIAGNOSIS

Diagnosis sirosis hati ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis, labo-ratorium dan pemeriksaan penunjang. Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada stadium dekompensasi kadang tidak sulit menegakkan diagnosis dengan adanya asites, edema pretibial, splenomegali, vena kolateral, eritema palmaris. Pada pemeriksaan laboratorium darah tepi sering didapatkan anemia normositik normokrom, leukepenia dan trombositopenia. Waktu protrombin sering memanjang. Tes fungsi hati dapat normal terutama pada penderita yang masih tergolong kompensata-inaktif. Pada stadium dekompensata ditemui kelainan fungsi hati. Kadar alkali fosfatase sering meningkat terutama pada sirosis billier. Pemeriksaan elektroforesis protein pada sirosis didapat-kan kadar albumin rendah dengan pening-katan kadar gama globulin.

Ultrasonografi merupakan peme- riksaan noninvasif, aman dan mempunyai ketepatan yang tinggi. Gambaran USG pada sirosis hepatis tergantung pada berat ringannya penyakit. Keterbatasan USG adalah sangat tergantung pada subjektifitas pemeriksa dan pada sirosis pada tahap awal sulit didiagnosis. Pemeriksaan serial USG dapat menilai perkembangan penyakit dan mendeteksi dini karsinoma hepato-selular. Pemeriksaan scaning sering pula dipakai untuk melihat situasi pembesaran hepar dan kondisi parengkimnya. Diagnosis pasti sirosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik jaringan hati yang di dapat dari biopsi.(1,2,8)

 

KOMPLIKASI

Komplikasi sirosis dapat terjadi secara fungsional, anatomi ataupun neoplastik. Kelainan fungsi hepato-selular disebabkan gangguan kemampuan sintesis, detok-sifikasi ataupun kelaian sistemik yang sering melibatkan organ ginjal dan endokrin. Kelainan anatomis terjadi karena pada sirosis terjadi perubahan bentuk parengkim hati, sehingga terjadi penurunan perfusi dan menyebabkan terjadinya hipertensi portal, dengan perobahan alur pembuluh darah balik yang menuju viseral berupa pirau baik intra maupun ekstra hepatal. Sirosis yang dibiarkan dapat berlanjut dengan proses degeneratif yang neoplastik dan dapat menjadi karsinoma hepato-selular. Komplikasi dari sirosis dapat berupa kelainan ginjal berupa sindroma hepatorenal, nekrosis tubular akut. Juga dapat terjadi ensefalopati porto-sistemik, perdarahan varises, peritonitis bakterialis spontan.

 

PENGOBATAN

Sirosis kompensata memerlukan kontrol yang teratur. Untuk sirosis dengan gejala, pengobatan memerlukan pendekatan holistik yang memerlukan penanganan multi disipliner.

1. Pembatasan aktifitas fisik tergantung pada penyakit dan toleransi fisik penderita. Pada stadium kompensata dan penderita dengan keluhan/gejala ringan dianjurkan cukup istirahat dan menghindari aktifitas fisik berat.(9)

2. Pengobatan berdasarkan etiologi.(8)

3. Dietetik

  • Protein diberikan 1,5-2,5 gram/hari. Jika terdapat ensepalopati protein harus dikurangi (1 gram/kgBB/hari) serta diberikan diet yang mengandung asam amino rantai cabang karena dapat meningkatkan penggunaan dan penyimpanan protein tubuh. Dari penelitian diketahui bahwa pemberian asam amino rantai cabang akan meningkatkan kadar albumin secara bermakna serta meningkatkan angka survival rate.(11)
  • Kalori dianjurkan untuk memberikan masukan kalori 150% dari kecukupan gizi yang dianjurkan (RDA).(12)
  • Lemak diberikan 30%-40% dari jumlah kalori. Dianjurkan pemberian dalam bentuk rantai sedang karena absorbsi-nya tidak memerlukan asam empedu.
  • Vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak diberikan 2 kali kebutuhan RDA.(12)
  • Natrium dan cairan tidak perlu dikurangi kecuali ada asites.
  • Makanan sebaiknya diberikan dalam jumlah yang sedikit tapi sering.(11,12)

4. Menghindari obat-obat yang mem- pengaruhi hati seperti sulfonamide, eritromisin, asetami-nofen, obat anti kejang trimetadion, difenilhidantoin dan lain-lain.(1)

5. Medika-mentosa

  • Terapi medika mentosa pada sirosis tak hanya simptomatik atau memperbaiki fungsi hati tetapi juga bertujuan untuk menghambat proses fibrosis, mencegah hipertensi porta dan meningkatkan harapan hidup tetapi sampai saat ini belum ada obat yang yang dapat memenuhi seluruh tujuan tersebut.(11)
  • Asam ursodeoksilat merupakan asam empedu tersier yang mempunyai sifat hidrofilik serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam empedu primer dan sekunder. Bekerja sebagai kompentitif binding terhadap asam empedu toksik. Sebagai hepato- proktektor dan bile flow inducer. Dosis 10-30 mg/kg/hari. Penelitian Pupon mendapatkan dengan pemberian asam ursodeoksikolat 13-15 mg/kgBB /hari pada sirosis bilier ternyata dapat memperbaiki gejala klinis, uji fungsi hati dan prognosisnya.
  • Kolestiramin bekerja dengan mengikat asam empedu di usus halus sehingga terbentuk ikatan komplek yang tak dapat diabsorbsi ke dalam darah sehingga sirkulasinya dalam darah dapat dikurangi. Obat ini juga berperanan sebagai anti pruritus. Dosis 1 gram/kgBB/hari di bagi dalam 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu.
  • Colchicines 1 mg/hari selama 5 hari setiap minggu memperlihatkan adanya perbaikan harapan hidup dibandingkan kelompok placebo. Namun penelitian ini tidak cukup kuat untuk mereko-mendasikan penggunaan colchicines jangka panjang pada pasien sirosis karena tingginya angka drop out pada percobaan tersebut.
  • Kortikosteroid merupakan anti imflamasi menghambat sintesis kolagen maupun pro-kolagenase. Penggunaan prednisone sebagai terapi pada hepatitis virus B kronik masih diperdebatkan. Penelitian propsektif pada anak Italia dengan hepatitis kronik aktif yang disebabkan hepatitis B virus menunjukan tidak adanya keuntungan dari pemberian pred-nisolon.
  • D-penicillamine. Pemberian penicil- linamine selama 1-7 tahun (rata-rata 3,5 tahun) pada pasien dengan Indian Chil hood cirrhosis ternyata memberikan perbaikan klinik, biokimia dan histology. Namun penelitian Boderheimer, mendapatkan bahwa pemberian penicillinamine 250 mg dan 750 mg pada pasien sirosis bilier primer ternyata tak memberikan keuntungan klinis. Juga peningkatan dosis hanya memberatkan efek sam-ping obat, sedangkan penyakitnya tetap progresif.
  • Cyclosporine; pemberian cyclosporine A pada pasien sirosis bilier primer sebanyak 3 mg/kgbb/hari akan menurunkan mortalitas serta memper-panjang lama dibutuhkannya transplantasi hati sampai 50% disampingkan kelompok placebo.
  • Obat yang menurunkan tekanan vena portal, vasopressin, somatostatin, propanolol dan nitrogliserin.
  • Anti virus pemberiannya bertujuan untuk menghentikan replikasi virus dalam sel hati.
6. Mencegah dan mengatasi komplikasi yang terjadi.
  • Pengobatan Hipertensi Portal
  • Asites, Asites dapat diatasi dengan retriksi cairan serta diet rendah natrium (0,5 mmol/kgbb/hari), 10%-20% asites memberikan respon baik dengan terapi diet. Bila usaha ini tidak berhasil dapat diberikan diuretik yaitu antagonis aldosteron seperti spironolakton dengan dosis awal 1 mg/kgbb yang dapat dinaikkan bertahap 1 mg/kgbb /hari sampai dosis maksimal 6 mg/kgbb /hari. Pengobatan diuretik berhasil bila terjadi keseimbangan cairan negatif 10 ml/kgbb/hari dan pengurangan berat badan 1%-2%/hari. Bila hasil tidak optimal dapat ditambahkan furosemid dengan dosis awal 1-2 mg/kgbb/hari dapat dinaikan pula sampai 6 mg/kgbb/hari. Parasentesis dapat diper- timbangkan pada asites yang menye-babkan gangguan pernafasan dan juga terindikasi untuk asites yang refrakter terhadap diuretika. Pada asites refrakter maupun yang rekuren juga dapat dilakukan tindakan tranjugular intra hepatik portosistemic shunt.(8,9,13)

7. Transplatasi hati, merupakan terapi standar untuk anak dengan penyakit sirosis.(1,2,8,9)

 

PROGNOSIS

Prognosis pasien sirosis ditentukan oleh kelainan dasar yang menyebabkannya, perubahan histopatologis yang ada serta komplikasi yang terjadi. Pasien sirosis memang merupakan salah satu indikasi untuk dilakukan transplatasi hati karena memang secara anatomis tidak dapat disembuhkan.(9)

Salah satu pegangan untuk memper-kirakan prognosis penderita dapat menggunakan kriteria Child yang dihubung-kan dengan kemungkinan meng- hadapi operasi. Untuk Child A, mortalitas antara 10%-15%, Child B kira-kira 30% dan Child C lebih dari 60%.(8,9,14)

                            Tabel 3.  Klasifikasi Sirosis Hepatis Menurut Kriteria Child (1)

No.
 A
B
C
1
Asites
Negatif
Dapat Dikontrol
Tidak
 2Nutrisi
Baik
Sedang
Jelek
 3Kelainan Neurologi
Negatif
Minimal
Lanjut
 4Bilirubin (mg%)
1,5
1,5 - 3
 > 3
5
Albumin (gram%)
3,5
3,0 - 3,5
 < 3

Prognosis jelek juga dihubungkan dengan hipoprotrombinemia persisten, asites terutama bila membutuhkan dosis diuretik tinggi untuk mengontrolnya, gizi buruk, ikterus menetap, adanya komplikasi neurologis, perdarahan dari varises esophagus dan albumin yang rendah.(9)

 

HIPERTENSI PORTAN PADA SIROSIS HEPATIS

Definisi

Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan vena porta lebih dari 10 mmHg.(1,2,8-10)

Patogenesis

Kelainan anatomis terjadi karena pada sirosis terjadi perubahan bentuk parengkim hati, sehingga terjadi penurunan perfusi dan menyebabkan terjadinya hipertensi portal. Hipertensi portal  merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem portal. Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan dinamik.(1,2,8,9)

Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk mengaktif- kan sel stelata dan sel-sel otot polos. Tonus vaskular intra hepatik di atur oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II, leukotrin dan trombioksan A) dan di perkuat oleh vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh ke tidak seimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik.(3,8,9)  

Hipertensi portal ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi vaskular sistemik. Vasodilatasi arteri splanknik mendahului peningkatan aliran darah portal, yang selanjutnya menjadikan hipertensi portal yang lebih berat. Vasodilatasi arteri splanknik berasal dari pelepasan vasodilator endogen seperti nitric oksida, glukagon dan peptide vasointestianal aktif.

Peningkatan gradien tekanan portocava mendahului terjadinya kolateral vena portal sistemik sebagai usaha untuk dekompresi sistem vena portal. Varises esophagus adalah kolateral yang paling penting karena tingginya kecendrungan untuk terjadinya perdarahan. Varises esophagus terjadi ketika gradien tekanan vena portal meningkat di atas 10 mmHg. Semua faktor meningkatkan hipertensi portal bisa meningkatkan resiko perdarahan termasuk perburukan penyakit hati, intake makanan, kegiatan fisik dan peningkatan tekanan intra abdominal. Faktor-faktor yang merobah dinding varises seperti NSAID dapat juga meningkatkan resiko perdarahan. Infeksi bakteri bisa menyebabkan perdarahan awal dan perdarahan ber- ulang.(8-10)

Gejala Klinis

Secara umum gejala klinis hipertensi portal dapat di lihat pada tabel 4.

                                         Tabel 4. Gambaran Klinis Hipertensi Porta (5)

Splenomegali
Hati menciut/Hepatomegali
Hematemesis Melena
Hipersplenisme asites
Varises Esofagus
Malabsorbsi lemak
Pirau portosistemik kutanius
protein loosing enterophaty
Hemeroid interna
gagal tumbuh
Ensepalopati hepatis
 

 

Diagnosis

Hipertensi portal harus difikirkan bila pada anak terjadi perdarahan saluran cerna, terutama jika di dukung data splenomegali. Pemeriksaan fisik harus diarahkan untuk melihat tanda-tanda penyakit kronis yaitu gagal tumbuh, kelemahan otot, telengktasi dan caput meduse, ikterik, asites atau ensepalopati. Laboratorium termasuk darah lengkap, trombosit, faal hepar, PT-APTT, albumin dan amonia. Pada kasus dewasa radiologi secara akurat bisa menunjang diagnosis hipertensi portal, namun pada anak sedikit penelitian tentang pemeriksaan radiologi. Ultra sografi bisa menentukan bila terdapat hipertensi porta. CT scan memberi informasi yang sama dengan USG. Endos-kopi adalah pemeriksaan yang paling dapat di percaya untuk mendeteksi varises esofagus.(1-6,10)

 

Penatalaksanaan 

Hipertensi portal di bagi menjadi pengobatan emergensi perdarahan dan profilaksis terjadinya perdarahan awal dan profilak perdarahan lanjutan. Pada perdarahan akut  diperlukan pengawasan yang ketat. Aspirasi cairan lambung berguna untuk mendeteksi perdarahan lambung. Pertama yang difokus-kan adalah resusitasi cairan awal berupa infus kristaloid diikuti dengan transfusi sel darah merah. Dapat diberikan plasma segar atau plasma beku segar. Pada penderita yang di duga sirosis adanya ensepalopati perlu diwaspadai. Pemberian ranitidin intra vena bisa mencegah erosi lambung, sedangkan vitamin K diperlukan pada penderita dengan masa protrombin memanjang.(3,4,10)

Saat ini obat yang lebih banyak dipakai adalah analog somatostatin octreotide karena memiliki waktu paruh yang lebih panjang. Dengan ditemukannya analog somatostatin yang umumnya ber-hasil menghentikan perdarahan akut maka jarang diperlukan endoskopi emergensi. Pemberiannya adalah memberikan bolus 25 ug dilanjutkan selama  48 jam dengan dosis 15-20 ug/jam. Somatostatin dan analognya (octriotide) sama efektifnya dengan vaso-pressin tetapi dengan efek samping yang lebih sedikit.(3,4,10)

Skleroterapi bertujuan untuk obliterasi varises. Dapat dilakukan pada 6 jam pertama. Tapi umumnya dilakukan setelah pemberian octreotide dalam rangka memperoleh lapangan pandang yang bebas dari perdarahan. Ligasi sama efektifnya dengan skleroterapi dalam mengatasi perdarahan yang merembes tetapi lebih baik dalam mengatasi perdarahan yang memancur.(3)

Pemberian propanolol bertujuan supaya preventif perdarahan primer maupun sekunder. Dosis pada anak 0,2-0,5mg/dosis. Efek samping obat ini adalah asthenia, dispneu, bardikardi dan dapat mengurangi aliran darah ke hati sehingga akan memperburuk fungsi hati.

Laktulosa akan menghambat reabsorbsi amonia diberikan dengan  dosis 0,5-4 mg/hari atau dalam bentuk enema. Neomisin akan mengurangi mikroba usus dan menekan produksi ammonia.(3,4)

Untuk mencegah perdarahan berulang yang umum dilakukan adalah endoskopi terapi baik skleroterapi maupun ligasi. Tatalaksana rumatan untuk mencegah perdarahan prinsipnya sama dengan pendekatan farmakologis tetapi tanpa penggunaan somatostatin. Obat yang di pakai adalah Beta blocker. Dapat juga di pakai kombinasi vasokonstriktor dan vasodilator.(3,4,10)

Prosedur bedah pada hipertensi portal di bagi:

  1. pirau dekompresi.
  2. prosedur devaskularisasi.
  3. transplatasi hati.(1-3,10)
Gambar 3. Algoritma Perdarahan Akut Varises Esofagus (3)

 

Gambar 4. Tata Cara Pemberian  Sandostatin

Prognosis

Perdarahan inisial disertai dengan risiko mortalitas yang tinggi. Pada penderita Child C resiko mortalitas perdarahan sebesar 50% dalam 2 minggu pertama paska perdarahan. Resiko mortalitas akan mening-kat bila terjadi kegagalan fungsional ber-bagai organ seperti gagal ginjal, sepsis dan koma hepatikum.

Risiko perdarahan berulang paska perdarahan inisial juga sangat tinggi (30%-70%) dan terkait dengan beratnya sirosis. Risiko ini sangat tinggi pada beberapa minggu pertama dan 40% akan mengalami perdarahan berulang pada 72 jam pertama. Selanjutnya risiko perdarahan tersebut akan berkurang secara drastis (20%-30%).(3) 

 

Analisis Kasus

Sirosis hepatis merupakan stadium akhir penyakit kronis hepar dan terkait dengan komplikasi hipertensi porta yang menimbulkan angka morbiditas dan mor-talitas yang tinggi akibat perdarahan varises. Penyakit sirosis hepatis pada anak jarang dilaporkan.(15)

Pada kasus ini pasien didiagnosis dengan sirosis hepatis dengan hipertensi portal dan terjadi komplikasi perdarahan varises esofagus dan ensepalopati, hepa-toma dan anemia mikrositik hipokrom ec defisiensi besi. Diagnosis sirosis hepatis dengan komplikasinya hipertensi portal ditegakan berdasarkan adanya riwayat perut membesar, ikterik dan hematemesis melena.

Gejala yang ditemukan pada pasien ini sesuai dengan penelitian Hadi S, bahwa keluhan yang terbanyak pasien sirosis hepatis waktu masuk rumah sakit adalah perut membesar 61,54%, anoreksia 53,85%, ikterus 23,21% hematemesis melena 13,17%.(14,16)

Demam yang tidak terlalu tinggi dikeluhkan sejak awal sakit. Sepertiga dari kasus sirosis dekompensata menunjukan demam tetapi jarang yang lebih dari 38ºC dan tidak dipengaruhi oleh pemberian anti biotik. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh sitokin seperti tumor nekrosis faktor yang dibebaskan pada proses inflamasi. Nausia dan vomitus adalah gejala yang umum pada pasien sirosis hepatis tetapi pada pasien ini tidak didapatkan keluhan tersebut. Dari pemeriksaan fisik terdapat asites, venektasi vena abdomen, hepa-tomegali, splenomegali, edema, jari tabuh. Asites merupakan tanda terbanyak pada penderita sirosis yaitu 85,79%, sedangkan edema 58,28%, spleenomegali 43,16%, hepatomegali 39,76%, venektasi  32,46%, ikterik 22,55% dan jari tabuh 2.09%.(8,9,14)

Perdarahan akibat pecahnya varises esophagus merupakan komplikasi ter-penting hipertensi portal.(3-6,10) Perdarahan akut varises pada hipertensi portal akibat sirosis menyebabkan mortalitas antara 5%-50%. Komplikasi perdarahan pecahnya varises esophagus pada pasien ini dibuk-tikan dengan pemeriksaan endoskopi. Diagnosis perdarahan saluran cerna atas dengan endoskopi mempunyai akurasi yang sangat tinggi (90%) pada 12-24 jam setelah episode perdarahan. Fase perdarahan akut telah diterapi dengan menggunakan analog somatostatin (octreotide) dengan terapi ini perdarahan dapat dihentikan. Dengan penggunaan analog somatostatin yang dapat menghentikan perdarahan akut maka jarang sekali diperlukan endoskopi emergensi. Diberikan beta bloker (propanolol) sebagai upaya preventif perdarahan primer maupun sekunder. Pada pasien ini untuk mencegah perdarahan berulang dilakukan terapi skleroterapi dengan panduan endoskopi. Tujuan skleroterapi adalah obliterasi varises, oleh karena itu skleroterapi efektif menghentikan dan mencegah perdarahan, serta langsung ataupun tidak langsung akan memperbaiki angka survival. Setelah dilakukan tatalaksana pada pasien ini tidak terjadi perdarahan berulang selama perawatan. Diagnosis pasti sirosis adalah biopsi hepar. Pada pasien ini tidak bisa dilakukan karena orang tua menolak untuk dilakukan biopsi hepar pada anaknya. Prognosis pada pasien ini dengan menggunakan criteria Child adalah Child C di mana kemungkinan mortalitas di atas  60%.(3,4,14,18)      

 

KEPUSTAKAAN

  1. Con HO dan Atterburry. Cirrhosis. Dalam: Schif L and Schif ER, penyunting. Diseases of the liver, edisi ke-7. Philadelphia: J.B. Lippincot Company, 1993; 875-934.
  2. Behrman RE dan Vaughn VC. The liver and billiary system. Dalam: Nelson WE, penyunting. Text book of pediatrics, edisi ke-17. Philadelphia: Saunders, 2004; 1304-49.
  3. Purnawati. Tatalaksana perdarahan saluran cerna pada hipertensi portal. Dalam: Firmansyah A, Bisanto J, Nasar SS, et al, penyunting. Dari kehidupan intra uterin sampai transplatasi organ, naskah lengkap PKB IKA XLII. Jakarta: FKUI, 1999; 73-92.
  4. Path D dan Dagher L. Acute variceal bleeding : general management WJG ; 7 : 466 - 75
  5. Brady L. Portal hypertension and ascites. Dalam: Guandalini, penyunting. Essential pediatrics gastroenterology, hepatology, and nutrition. New York: McGraw-Hill, 1999; 123-318.
  6. Shahara AI dan Rockey DC. Gastroesophagealvariceal hemorrhage. Review article. NEJM 2001; 345, 9; 669-70.
  7. Gultom IN. Hubungan beberapa parameter anemia dengan derajat keparahan sirosis hati. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-USU, USU digital library, 2003; 1-33.
  8. Thaler M. Cirrhosis. Dalam: Walker WA, Durie PR, Hamilton JR, et al. Pediatrics gastrointestinal disease, volume II. Philadelphia: BC Decker Inc, 1991; 1096-1108.
  9. Sherlock S, Dooley J, penyunting. Hepatic Cirrhosis. Dalam: Diseases of the liver and billiary system, edisi ke-10. Blackwell Science Publication, 1997; 371-84.
  10. Dib N, Oberti F, Cales P. Current management of complications of portal hypertension: variceal bleeding and ascites. CMA Media Inc. 2006; 1433-43.
  11. Nasar SS, Soepardi S, Aryono H. Dukungan nutrisi pada penyakit hati kronis. Dalam : Firmansyah A, Bisanto J, Nasar SS, et al, penyunting. Dari kehidupan intra uterin sampai transplatasi organ. Naskah lengkap PKB IKA XLII. Jakarta, FKUI, 1999; 93-9.
  12. Hidayat B. Metabolisme nutrient pada kelainan hati. Dalam: Firmansyah A, Bisanto J, Nasar SS, et al, penyunting. Dari kehidupan intra uterin sampai transplatasi organ. Naskah lengkap PKB IKA XLII. Jakarta, FKUI, 1999; 47-52.
  13. Dudley FJ. Pathophysiology of sodium retension in cirrhosis. In: Bosch J, Grozzman RJ, penyunting. Portal hypertension: patophysiology and treatment. Oxford: Blackwell pub, 1994; 52-66.
  14. Brady L.  Portal hypertension and ascites. Dalam: Guandalini S. Essential pediatrics gastroenterology, hepatology, and nutrition. New York: McGraw-Hill, 2003; 123-31.  
  15. Agata ID dan Balistreri WF. Evaluation of liver disease in the pediatrics patient. Pediatr in rev. 1999; 20: 376-90.
  16. Hadi S. Diagnosa klinik dan penunjang diagnostik tidak invansif pada penderita dengan hipertensi portal. Dalam: Hepatologi. Bandung: Penerbit Bandar Maju, 2000; 331-37.
  17. Jia AZ and Bing H. Ultrasonography in predicting and screening liver sirrhosis in children: A preliminary study. WJG 2003; 9(10): 2348-49.
  18. Hegar B. Pendekatan diagnosis perdarahan saluran cerna atas. Dalam: Firmansyah A, Bisanto J, Nasar SS, et al, penyunting. Dari kehidupan intra uterin sampai transplatasi organ. Naskah lengkap PKB IKA XLII. Jakarta: FKUI. 1999; 63-72.

----- End  

 

 

Berbagi Bersama Kami

banner

Partners

Media Sosial

 

Visitor Counter

mod_vvisit_countermod_vvisit_countermod_vvisit_countermod_vvisit_countermod_vvisit_countermod_vvisit_countermod_vvisit_countermod_vvisit_counter
mod_vvisit_counterHari ini266
mod_vvisit_counterKemarin393
mod_vvisit_counterMinggu Ini1477
mod_vvisit_counterBulan Ini9246