Sekilas Yayasan
Informasi
- Artikel-Seputar Hepatitis
- Artikel-Sirosis Hepatis
- Artikel-Perawatan Hepatitis
- Artikel-Vaksin dan Imunisasi
- Article in English
- Info Hepatolog Jakarta
- Info Hepatolog Cilegon
- Info Hepatolog Bandung
- Info Hepatolog Surabaya
- Info Hepatolog Malang
- Info Hepatolog Denpasar
- Info Hepatolog Medan
- Info Hepatolog Makassar
- Info Hepatolog Yogyakarta
- Info Hepatolog Solo
- Info Hepatolog Semarang
- Info Hepatolog Palembang
- Info Hepatolog Jambi
- Info Hepatolog Pekanbaru
- Kumpulan Liputan TV
- Tentang B-care
- Kegiatan Yayasan
- Kegiatan Berbagi
- DONASI
Artikel Bebas
Hepatitis B Ditinjau Dari Kesehatan Masyarakat dan Upaya Pencegahan (dr. Fazidah A. Siregar) |
Sumber : Library Universitas Sumatra Utara Medan. Ditulis oleh : dr. Fazidah Aguslina Siregar , Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara.
I. PENDAHULUAN Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan didunia dan dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan. Hal ini karena selain prevalensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan problema pasca akut bahkan dapat terjadi cirroshis hepatitis dan karsinoma hepatoseluler primer. Sepuluh persen dari infeksi virus hepatitis B akan menjadi kronik dan 20 % penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan mengalami cirroshis hepatis dan karsinoma hepatoselluler (hepatoma). Kemungkinan akan menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada usia balita dimana respon imun belum berkembang secara sempurna. Pada saat ini didunia diperkirakan terdapat kira-kira 350 juta orang pengidap (carier) HBsAg dan 220 juta (78 %) diantaranya terdapat di Asia termasuk Indonesia. Berdasarkan pemeriksaan HBsAg pada kelompok donor darah di Indonesia prevalensi Hepatitis B berkisar antara 2,50-36,17 %(Sulaiman, 1994). Selain itu di Indonesia infeksi virus hepatitis B terjadi pada bayi dan anak, diperkirakan 25 -45,g% pengidap adalah karena infeksi perinatal. Hal ini berarti bahwa Indonesia termasuk daerah endemis penyakit hepatitis B dan termasuk negara yang dihimbau oleh WHO untuk melaksanakan upaya pencegahan (Imunisasi). Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui darah/darah produk yang mempunyai konsentrasi virus hepatitis B yang tinggi, melalui semen, melalui saliva, melalui alat-alat yang tercemar virus hepatitis B seperti sisir, pisau cukur, alat makan, sikat gigi, alat kedokteran dan lain-lain. Di Indonesia kejadian hepatitis B satu diantara 12-14 orang, yang berlanjut menjadi hepatitis kronik, chirosis hepatis dan hepatoma. Satu atau dua kasus meninggal akibat hepatoma. Mengingat jumlah kasus dan akibat hepatitis B, maka diperlukan pencegahan sedini mungkin. Pencegahan yang dilakukan meliputi pencegahan penularan penyakit penyakit hepatitis B melalui Health Promotion dan pencegahan penyakit melalui pemberian vasinasi. Menurut WHO bahwa pemberian vaksin hepatitis B tidak akan menyembuhkan pembawa kuman (carier) yang kronis, tetapi diyakini 95 % efektif mencegah berkembangnya penyakit menjadi carier. Tujuan tulisan ini adalah untuk menggambarkan penyakit hepatitis B, epidemiologi, cara penularan dan upaya pencegahan yang dapat dilakukan agar kasus hepatitis tidak meningkat.
II. EPIDEMIOLOGI HEPATITIS B 2.1. ETIOLOGI DAN MASA INKUBASI BEP A TmS B. Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan nama antigen Australia. Virus ini termasuk DNA virus. Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut "Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting, karena menyebabkan perbedaangeogmfik dan rasial dalam penyebarannya. Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari. 2.2. SUMBER DAN CARA PENULARAN VIRUS HEPATITIS B. 2.2.1. Sumber Penularan Virus Hepatitis B Dalam kepustakaan disebutkan sumber penularan virus Hepatitis B berupa:
2.2.2. Cara Penularan Virus Hepatitis B Penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu : a. Parenteral : dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tattoo. b. Non Parenteral : karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus hepatitis B. Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara penting yaitu: a. Penularan vertikal : yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang HBsAg positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal. Resiko terinfeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi antar negara satu dan lain berkaitan dengan kelompok etnik. Data mengenai prevalensi HBsAg pada wanita hamil di beberapa daerah di Indonesia (tabel 1). b. Penularan horizontal : yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang pengidap virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya: melalui hubungan seksual. Tabel 1. Prevalensi HBsAg pada wanita hamil di beberapa tempat di Indonesia
2.3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA HEPATITIS B. 2.3.1. Faktor Host (Penjamu) Adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi timbul serta perjalanan penyakit hepatitis B. Faktor penjamu meliputi: a. Umur Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi dan anak (25 -45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan bertambahnya umur dimana pada anak bayi 90 % akan menjadi kronis, pada anak usia sekolah 23 -46 % dan pada orang dewasa 3-10% (Markum, 1997). Hal ini berkaitan dengan terbentuk antibodi dalam jumlah cukup untuk menjamin terhindar dari hepatitis kronis. b. Jenis Kelamin Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding pria. c. Mekanisme Pertahanan Tubuh Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang belum mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem imun belum berkembang sempurna. d. Kebiasaan Hidup Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas seksual dan gaya hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika suntikan, pemakaian tatto, pemakaian akupuntur. e. Pekerjaan. Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas laboratorium dimana mereka dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan penderita dan material manusia (darah, tinja, air kemih). 2.3.2. Faktor Agent Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus Hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg. Berdasarkan sifat imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi dalam penyebarannya.Subtype adw terjadi di Eropah, Amerika dan Australia. Subtype ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Subtype adw dan adr terjadi di Malaysia, Thailand, Indonesia. Sedangkan subtype adr terjadi di Jepang dan China. 2.3.3. Faktor Lingkungan Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi perkembangan hepatitis B. Yang termasuk faktor lingkungan adalah:
2.4. PATOLOGI HEPATITIS B. Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B (VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik dimembran sel hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan gel hati untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada atau minimal maka terjadi keadaan karier sehat. Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah sama yaitu adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai infiltrasi sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi hepatitis akut fulminan. Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan fibrosis meluas didaerah portal dan batas antara lobulus masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan bila daerah portal melebar, tidak teratur dengan nekrosis diantara daerah portal yang berdekatan dan pembentukan septa fibrosis yang meluas maka terjadi hepatitis kronik aktif. 2.5. MANIFESTASI KLINIS HEPATITIS B. Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis hepatitis B dibangi 2 yaitu :
√ Hepatitis B Akut yang khas. Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus yang jelas. Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan berakhir dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan fisik hati menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia. √ Hepatitis Subklinik/Kronik Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan yang mantap. 2.6. KELOMPOK RESIKO TINGGI TERKENA HEPATITIS B. Dalam epidemiologi Hapatitis B dikenal kelompok resiko tinggi yang lebih sering terkena infeksi Virus B dibandingkan yang lain, yang termasuk kelompok ini adalah :
2.7. PREVALENSI HEPATITIS B DI INDONESIA. Berdasarkan laporan Sistem Surveilance Terpadu (SST) sampai dengan tahun 1997, terlihat adanya penurunan jumlah kasus hepatitis di Puskesmas dan rumah sakit yaitu dari 48.963 kasus pada tahun 1992 menjadi 16.108 kasus pada tahun 1997. Sedangkan penderita rawat inap di rumah sakit pada kurun waktu 5 tahun berfluktuasi. CFR penyakit hepatitis dari kasus rawat inap di RS sejak tahun 1992 sampai dengan 1997 terlihat ada penurunan yaitu dari 2,2 menjadi 1,64 (tabel 2). Menurut data per propinsi tabun 1997 bahwa kasus hepatitis paling banyak terjadi di Jawa Timur (3002 kasus), Sumatera Utara (1564 kasus) dan Jawa Tengah (1454 kasus) dengan CFR masing-masing 2,8 %; 1,71 % dan 2,15 % (lampiran 1). Penelitian di 14 rumah sakit pada tahun 1994-1996 mendapatkan bahwa kasus hepatitis B pada tahun 1994 berjumlah 491 dengan 167 kasus di RS Husada Jakarta, tahun 1995 sebesar 662 kasus dengan 203 kasus di RS Husada Jakarta dan tahun 1996, sebesar 278 kasus dengan 69 kasus di RS Pelni Jakarta (tabel 3). Penelitian oleh Hartono 1991 menemukan angka prevalensi Hepatitis B di Bojana Flores sebesar 7,3 %, Sanjaya dkk menemukan HBsAg dan anti HBs pada anak murid TK dan SD adalah 4 % (HBsAg) dan 14,9 % (anti HBs). Pada awal tahun 1993 dilakukan pemeriksaan HBsAg dan anti HBs pada sejumlah 5.009 sampel darah yang diambil dari karyawan RS Ciptomangunkusumo dan didapat hasil HBsAg 4,59 % dan anti HBs 35,72 % (Sulaiman A, 1993). Hasil penelitian donor darah yang dilakuklan Namru-2 dengan metode Ellisa tahun 1993 memberikan hasil seperti terlihat pada tabel 4. Tabel 2. Jumlah Penderita Hepatitis dengan CFR Penyakit Tahun 1992 - 1997
Tabel 3. Kasus Hepatitis B Menurut Rumah Sakit 1994 - 1996
Tabel 4. Prevalensi HBsAg Donor Darah di Beberapa Daerah di Indonesia
III. PENCEGAHAN HEPATITIS B. Menurut Park ada lima pokok pencegahan yaitu :
A. PENCEGAHAN PENULARAN HEPATITIS B. Pencegahan dapat dilakukan dengan melalui tindakan Health Promotion baik pada hospes maupun lingkungan dan perlindungan khusus terhadap penularan.
B. PENCEGAHAN PENYAKIT. Pencegahan penyakit dapat dilakukan melalui immunisasi baik aktif maupun pasif.1. Imunisasi Aktif Pada negara dengan prevalensi tinggi, immunisasi diberikan pada bayi yang lahir dari ibu HBsAg positif, sedang pada negara yang prevalensi rendah immunisasi diberikan pada orang yang mempunyai resiko besar tertular. Vaksin hepatitis diberikan secara intra muskular sebanyak 3 kali dan memberikan perlindungan selama 2 tahun. Program pemberian sebagai berikut: Dewasa:Setiap kali diberikan 20 μg IM yang diberikan sebagai dosis awal, kemudian diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan. Anak :Diberikan dengan dosis 10 μg IM sebagai dosis awal , kemudian diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan. Jadual immunisasi bayi di Puskesmas / Posyandu
Jadwal immunisasi bayi di rumah sakit
2. Imunisasi Pasif Pemberian Hepatitis B Imunoglobulin (HBIG) merupakan immunisasi pasif dimana daya lindung HBIG diperkirakan dapat menetralkan virus yang infeksius dengan menggumpalkannya. HBIG dapat memberikan perlindungan terhadap Post Expossure maupun Pre Expossure. Pada bayi yang lahir dari ibu, yang HbsAs positif diberikan HBIG 0,5 ml intra muscular segera setelah lahir (jangan lebih dari 24 jam). Pemberian ulangan pada bulan ke 3 dan ke 5. Pada orang yang terkontaminasi dengan HBsAg positif diberikan HBIG 0,06 ml/Kg BB diberikan dalam 24 jam post expossure dan diulang setelah 1 bulan. KESIMPULAN Hepatitis B merupakan persoalan kesehatan masyarakat yang perlu segera ditanggulangi, mengingat prevalensi yang tinggi dan akibat yang ditimbulkan hepatitis B. Penularan hepatitis B terjadi melalui kontak dengan darah / produk darah, saliva, semen, alat-alat yang tercemar hepatitis B dan inokulasi perkutan dan subkutan secara tidak sengaja. Penularan secara parenteral dan non parenteral serta vertikal dan horizontal dalam keluarga atau lingkungan. Resiko untuk terkena hepatitis B di masyarakat berkaitan dengan kebiasaan hidup yang meliputi aktivitas seksual, gaya hidup bebas, serta pekerjaan yang memungkinkan kontak dengan darah dan material penderita. Pengendalian penyakit ini lebih dimungkinkan melalui pencegahan dibandingkan pengobatan yang masih dalam penelitian. Pencegahan dilakukan meliputi pencegahan penularan penyakit dengan kegiatan Health Promotion dan Spesifik Protection, maupun pencegahan penyakit dengan imunisasi aktif dan pasif.DAFTAR PUSTAKA
----- end |
Berbagi Bersama Kami
Visitor Counter
Hari ini | 380 | |
Kemarin | 392 | |
Minggu Ini | 1983 | |
Bulan Ini | 9752 |